Dalam kehidupan berkelompok interaksi antar individu selalu diikat norma-norma/aturan-aturan (tertulis atau tidak) yang berlaku. Inti dari norma-norma atau aturan-aturan adalah nilai koperasi, yaitu konsep atau pengertian-pengertian yang dipahami, dihayati, dan dianggap bermanfaat serta disepakati oleh sebagian besar anggota masyarakat koperasi untuk dijadikan pengikat di dalam berperilaku kelompok koperasi.
Menurut Sven Ake Book (1994), nilai-nilai koperasi itu ada dua macam yaitu (1) Ide-ide Dasar dan Etika Dasar: Falsafah koperasi; (2) Prinsip Dasar, yaitu pedoman instrumental bagi praktek koperasi.
Dasar Koperasi
Pada dasarnya bangsa Indonesia dari sejak dahulu sudah memiliki konsep tentang kekuatan kelompok, yang biasa disebut dengan istilah kekuatan sapu lidi, sapu lidi ini dapat diterapkan atau merupakan gambaran sebagai pandangan hidup dan melahirkan pola kehidupan bergotong royong, kekuatan bersama, sehingga berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, tetapi pemaknaan ini masih sebatas bernuansa ideologis, Konsep tentang bentuk organisasi ekonomi yang disebut koperasi, mulai dimunculkan oleh Robert Owen (1791–1858) di Inggris dan charles Fourier (1772–1837) di Perancis, tuntutan terhadap usaha bersama berbentuk koperasi semakin nyata dan kuat ketika revolusi industri terjadi pada pertengahan abad ke-18 di Eropa. Ide mendirikan Koperasi lahir sebagai reaksi terhadap penerapan sistem ekonomi pasar yang menimbulkan distorsi, ketika terjadi Revolusi Industri di Inggris pada abad 19. Pada saat tenaga mesin menggantikan tenaga kerja manusia, sebagai dampak diciptakannya mesin uap di dalam kegiatan produksi, maka pengangguran terjadi tanpa mampu dicegah. Sistem ekonomi pasar yang dijadikan landasan kerja ekonomi, mengakibatkan penawaran tenaga kerja jauh melebihi permintaannya dan berdampak terhadap turunnya tingkat upah. Sementara itu harga-harga barang/jasa kebutuhan hidup terus meningkat karena permintaan dari konsumen tetap tinggi. Kaum buruh, dan juga kelompok-kelompok marjinal lainnya (petani, nelayan, perajin, industri rumah) terkena dampak distorsi dari sistem ekonomi pasar tersebut.
Terjadinya kondisi yang memperhatikan dari kaum marjinal yang terkena dampak distorsi dari sistem pasar tersebut, mendorong para pemikir mencari cara agar kesulitan eknomi, terutama yang diderita oleh kaum buruh itu, dapat diatasi. Di dalam sistem ekonomi yang liberal, manusia dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak ada pihak manapun yang akan peduli terhadap kehidupan mereka kecuali setiap orang harus mampu menolong dirinya sendiri, setiap orang harus bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri atas dasar kekuatannya sendiri. Maka, prinsip self help (menolong diri sendiri) dan self responsibility (mampu bertanggung jawab sendiri) dijadikan sebagai nilai dasar dalam membangun kerja sama antar individu di dalam organisasi Koperasi. Dalam banyak hal, akan dapat dicapai hasil yang lebih baik bila aktivitas dijalankan bersama di dalam kelompok kerja sama yang diorganisasikan dengan baik.
Dengan cara demikian, maka pada tahun 1844 lahirlah gagasan toko yang dikelola, dimodali, dan dilanggani oleh orang-orang yang sama, yaitu kaum buruh. Mereka secara bergilir bertugas membeli barang dagangan dan melayani pembeli. Gagasan itu dimotori oleh 28 orang pengikut Robert Owen di kota Rochdale (Inggris) yang dipimpin oleh Charles Howard, sehingga akhirnya gagasan toko tersebut terkenal dengan Koperasi Rochdale, yaitu cikal bakal koperasi modern di dunia. Apa keistimewaan Toko atau Koperasi Rochdale tersebut?
Pertama, adanya keterpaduan antara pemilik (pemodal), pengelola, dan, pelanggan (pembeli); artinya ketiga kelompok fungsionaris yang lazimnya terpisah-pisah berdasarkan kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin saling bertentangan, ternyata berpadu dalam operasionalisasi toko Rochdale tersebut, karena pada hakekatnya orangnya itu-itu juga. Di sini terjadi perubahan mendasar dalam interaksi antar warga kelompok, yaitu dari suasana konflik ke suasana harmoni. Semangatnya berubah dari persaingan menjadi kerjasama dan proses interaksinya berubah dari negosiasi ke dialogis.
Kedua, Toko Rochdale tersebut menetapkan peraturan-peraturan penyelenggaraan toko yang menjamin adanya mekanisme transparansi, sehingga meningkatkan rasa kemanusiaan dan keadilan di kalangan anggota toko tersebut. Aturan-aturan kerja itu akhirnya dirumuskan dalam prinsip-prinsip Rochdale sebagai berikut:
(1) democratic control (pengawasan secara demokratis)
(2) open membership (keanggotaan sukarela dan terbuka)
(3) a fixed or limited interest on capital (pembatasan bunga atas modal)
(4) the distribution of surplus in dividend to the member in proportion to their purchases (pembagian SHU kepada anggota sesuai dengan jumlah pembeliannya)
(5) trading strictly on cash bases (penjualan secara tunai)
(6) selling only pure and unadulterated goods (hanya menjual barang murni dan tidak rusak).
(7) providing for the education of the members in cooperative principles (mendidik anggota tentang prinsip-prinsip koperasi)
(8) political and religious neutrality (netral dalam agama dan politik)
(Coole dikutip oleh E.D.Damanik, 1981)
Praktek kerja toko seperti itu langsung dirasakan manfaatnya oleh para anggota, sehingga kaum buruh berbondong-bondong ingin menjadi anggota langganan toko Rochdale.
Ketiga, dari sisi ekonomi terjadi perubahan dari tindakan individual (individual action) menjadi tindakan bersama (joint action). Secara tidak sadar tindakan bersama itu (dalam membeli barang kebutuhan pokok) telah meningkatkan volume transaksi sehingga menurut hukum skala ekonomi kejadian semacam itu dapat meningkatkan efisiensi yang pada gilirannya menyebabkan barang menjadi murah.
Keempat, adanya kepastian langganan (captive market) yang tidak atau susah dimiliki oleh bentuk organisasi ekonomi lainnya. Mengapa demikian? Karena dalam koperasi langganan itu adalah pemiliknya sendiri, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya promosi berlebihan untuk meraihnya. Ini adalah komponen penting pada rendahnya biaya koperasi sehingga mampu bersaing dengan badan usaha bukan koperasi.
Keempat perubahan itulah yang membuat koperasi mampu bersanding bahkan bersaing secara sederajat dengan badan-badan usaha lainnya. Pendek kata unsur-unsur keunggulan koperasi itu terletak pada harmoni, transparansi, efisiensi, dan kepastian yang harus selalu disadari, diupayakan, dan dijaga oleh para insan koperasi. Adapun ide atau gagasan dasar koperasi yang relatif permanen, menurut Munkner, 1988, ialah :
(1) Menolong diri sendiri dan solidaritas
Menolong diri sendiri itu bukan dalam bentuk tindakan individual secara terpisah dari tindakan bersama, karena secara faktual hal itu tidak mungkin bisa terjadi. Yang memungkinkan adalah menolong diri sendiri melalui kebersamaan (solidaritas) atau melalui aktivitas usaha bersama "economic joint action" dan ada saling ketergantungan.
(2) Demokrasi
Demokrasi, atau satu orang satu suara, terbukti merupakan mekanisme yang ampuh untuk mengangkat martabat kemanusiaan yang semula terkalahkan dengan martabat kebendaan (materi).
(3) Peranan modal yang terbatas
Peranan modal yang terbatas artinya harus selalu dihindarkan kemungkinan adanya dominasi modal yang mengancam hilangnya sarana keadilan dan kemanusiaan. Jangan sampai ada orang yang ongkang-ongkang hidup senang hanya dari bunga saja, orang harus senang karena bekerja yang terpadu dengan aktivitas koperasi.
(4) Ekonomi
Gagasan ekonomi muncul untuk mengingatkan bahwa koperasi itu bukan badan sosial, atau organisasi masa/politik, tetapi organisasi ekonomi dimana dinamika perkembangannya terkait erat dengan solidaritas sosial para anggotanya. Inti dari gagasan ekonomi koperasi adalah efisiensi, karena dengan efisiensi itulah manfaat ekonomi koperasi akan dirasakan oleh anggotanya.
(5) Kebebasan
Kebebasan merupakan prakondisi bagi individu untuk mengembangkan; aspirasinya tanpa tekanan. Oleh karena itu orang yang menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksa, digiring, dimanipulasi dalam bentuk apapun tanpa diputuskan secara sadar dan sukarela oleh orang yang bersangkutan
(6) Keadilan
Keadilan, merupakan unsur sosial psikologis yang harus selalu diperhatikan dalam koperasi, karena orang-orang tersebut menjalani penderitaan akibat adanya aturan-aturan yang menyuburkan lahirnya ketidakadilan.
(7) Kemajuan sosial
Ide kemajuan sosial berkaitan pula dengan promosi anggota. Selain adanya kemajuan ekonomi (akibat dari adanya pelayanan koperasi), juga para anggota harus selalu meningkat kesadarannya untuk berkoperasi, selalu meningkatkan keterampilannya dalam berusaha clan secara keseluruhan terjadi dinamika perubahan positif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Disinilah pentingnya peran pendidikan koperasi.
Ide-ide dasar tersebut jika diterima (karena dianggap berguna) oleh masyarakat koperasi, maka akhirnya akan berubah menjadi nilai-nilai koperasi.